Skip to main content

Melacak Perkembangan dan Tren Fenomena Radikalisme dalam Agama Islam di Dunia

mewaspadai faham radikalisme islam


Instruksi Menteri Pendidikan

Fenomena Radikalisme Dalam Agama Islam - Atas instruksi menteri Pendidikan buku-buku pelajaran agama Islam yang mengandung unsur radikalisme ditarik di berbagai daerah.

Tindakan Positif Pemerintah

Langkah pemerintah ini sungguh sangat posisitf untuk memberantas tumbuhnya benih radikalisme ditarik di berbagai daerah.

Langkah pemerintah ini sungguh sangat positif untuk memberantas tumbuhnya benih radikalisme agama di Indonesia

yang dapat mengancam keutuhan NKRI yang mayoritas beragama Islam.

Pengaruh Buku Terhadap Siswa

Karena lewat buku yang dibaca, pandangan dan pikiran para siswa sekolah dapat dibentuk.

Jika yang dibaca adalah buku-buku yang mengandung unsur radikalisme

maka bukan hal yang mustahil mereka kelak akan menjadi siswa yang radikal yang intoleran dan merasa berhak memonopoli kebenaran.

Pemahaman Radikalisme Menurut Abuya Sayyid Muhammad 'Alawi

Inilah sesungguhnya yang dikhawatirkan oleh Abuya Sayyid Muhammad 'Alawi

dalam kitabnya Al Ghuluw saat mengusulkan agar beberapa kitab rujukan

yang dijadikan kurikulum sekolah tingkat pertama, menengah dan kedua di Saudi Arabia

yang berisi ajaran yang radikal dan tidak toleran terhadap pandangan yang berseberangan perlu dikoreksi dan ditinjau kembali.

Demikian pula metode tauhid yang diajarkan di sekolah-sekolah tersebut harus ditinjau ulang

karena sangat radikal hingga berimplikasi memvonis musyrik banyak kelompok dan madzhab dalam Islam.

Fenomena Radikalisme dalam Al Ghuluw

Dalam Al Ghuluw, Abuya juga menyoroti berbagai fenomena radikalisme yang diantaranya adalah

tindakan mendiskreditkan generasi ulama salaf shalih yang telah berjasa mentransfer ajaran Islam

kepada generasi sekarang dan yang menghabiskan seluruh waktu hidup mereka

untuk membela syari'at Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam .

Bayangkan ulama sekaliber Abu Hanifah sebagai ulama yang berfaham jahmiah (sekte yang menafikan sifat-sifat Allah,

mengatakan Al Qur'an adalah mahluk dan mengingkari bahwa Allah dapat dilihat pada hari kiamat) dan murji'ah

(sekte yang berpendapat bahwa dosa tidak berdampak negatif terhadap keimanan seseorang

seperti halnya ketaatan tidak memberi manfaat apapun bagi orang kafir),

pembuat bid'ah yang sesat serta pembawa sial bagi Islam dan kaum muslimin.

Hal yang sama juga dialamatkan kepada
  1. Imam Nawawi,
  2. Imam Ibnu Hajar Al'Asqalani,
  3. Imam Ghazali, Imam Junaid,
  4. Imam Ibrahim bin Adham,
  5. Imam Fudhail bin 'Iyadh,
  6. Imam sahl At Tusturi,
  7. Imam Dzahabi,
  8. Sulthanul 'Ulama Izzuddin bin Abdissalam


dan para imam besar lain yang berkhidmah kepada sunnah nabi sehingga sampai kepada kita dalam kondisi murni, utuh, jelas dan gamblang.

Pemahaman yang Minim dan Proses Belajar Tanpa Guru

Dalam beberapa buku dan kaset-kaset yang beredar, para ulama besar ini didiskreditkan dengan gelar sangat negatif yang tidak pantas didengar.

Dalam pandangan Abuya Sayyid Muhammad 'Alawi pelecehan terhadap para ulama besar ini

sesungguhnya bersumber dari pemahaman agama yang minim atau dampak dari proses belajar tanpa melalui guru.

Prinsip dalam Perdebatan dan Diskusi

Kedua faktor inilah yang mengakibatkan kalangan radikal gagal menemukan konklusi sebagian hukum dengan akurat,

memusuhi siapapun yang berbeda dengan mereka dan merendahkan siapapun yang memiliki opini berseberangan.

Bahaya Labeling dan Pemecahan Persoalan Ijtihadi

Mereka bersikap demikian dalam menyikapi persoalan yang dikategorikan masuk dalam wilayah ijtihad

yang memberi ruang terbuka untuk berbeda pendapat dengan tetap menjunjung tinggi toleransi.

Teori bahwa pendapatku bnear namun berpotensi salah dan pendapat orang lain salah namun bisa saja benar,

semestinya dijadikan prinsip dalam perdebatan dan diskusi menyangkut hal-hal ijtihadi.

Tidak boleh ada pihak yang merasa berhak memonopoli kebenaran dan fanatik buta

terhadap pendapatnya sendiri dengan meyakini yang lain pasti salah.

Karena tindakan demikian akan melahirkan sikap tidak menghargai pendapat orang lain

dan menolak kebenaran yang ada di dalamnya hanya karena orang lain itu berbeda pandangan dengannya.

Pemberian label seperti Dajjal dan tukang bid'ah kemudian berujung kepada label musyrik dan kafir

atau dituduh sebagai pihak yang mempropagandakan kemusyrikan dan kesesatan

atau dianggap sebagai pembaharu ajaran Amr bin Luhay (pembawa ajaran penyembahan berhala ke Makkah)

kepada orang muslim yang bersaksi bahwa tuhan hanyalah Allah dan Muhammad

adalah utusan Allah hanya karena memiliki pandangan berseberangan adalah

dampak dari ajaran radikal yang semestinya harus dibuang jauh-jauh.

Virus Radikalisme dan Ancaman terhadap Hubungan Sesama Muslim

fenomena radikalisme agama juga tercermin dari sikap kalangan yang menisbatkan dirinya pada kelompok salafi,

golongan ahlul hadits atau golongan yang mempropagandakan untuk membuang madzhab-madzhab

dan mengklaim bermadzhab langsung kepada Al Qur'an dan Assunnah.

Istilah salafi, ahlul hadits atau ajakan untuk bermadzhab langsung dengan Al Qur'an dan Assunnah

yang nota bene dua sumber primer agama islam sejatinya adalah hal yang sangat positif.

Namun sayangnya semua itu adalah klaim yang muncul bukan dari figur-figur ahli di bidangnya

dan bukan dari kalangan yang mampu berinteraksi dengan hal-hal di atas

yang mengakibatkan munculnya fatwa-fatwa individu yang tidak memiliki dasar dan pijakan dari para ulama yang kredibel.

Fatwa-fatwa tersebut dikeluarkan tanpa memperhatikan kriteria-kriteria, kaidah-kaidah

dan dasar-dasar yang seharusnya menjadi pijakan dalam mengeluarkannya.

Jika pemikiran islam radikal seperti ini asal main tuduh dan gemar mendebat maka kapan muslim akan menjadi ummatan washatan?

Akhirnya kita harus menyadari bahwa radikalisme agama adalah virus yang meretakkan hubungan antar sesama muslim.

Pada saat di mana ummat Islam membutuhkan persatuan guna menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari luar,

virus ini menyebar meracuni sebagian kaum muslimin.

Mereka yang teracuni virus radikalisme akan menunjukkan gejala intoleransi

Baca Juga: Memahami Akar Radikalisme Isis


saat berinteraksi dengan sesama muslim yang memiliki pandangan berbeda.

Intoleransi ini selanjtunya bisa berkembang menjadi aksi destruktif berupa penghalalan darah sesama muslim

yang berbeda pandangan dan perusakan tempat-tempat yang dianggap berpotensi menyuburkan kemusyrikan dan kekufuran.

Tugas dan Kewajiban Seluruh Komponen Bangsa

Oleh karena itu menjadi tugas dan kewajiban seluruh komponen bangsa khusunya para ulama

dan umara dari tingkat pusat sampai daerah untuk membendung radikalisme agama dengan memberikan pencerahan

dan bimbingan kepada ummat agar tidak terjerumus ke dalamnya.

Wallahu A'lam.

Ditulis oleh : Habib Miqdad Baharun (Sumber : Al Ghuluw karya Abuya Sayyid Muhammad 'Alawi Al Maliki) Judul Asli: Fenomena Radikalisme Dalam Agama Islam