Skip to main content

Hukum Pacaran di Bulan Ramadan Bisa Membatalkan Puasa, Benarkah?

pacaran di bulan ramadhan


Hukum Pacaran di Bulan Ramadhan - Ketika menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, seseorang perlu menahan hawa nafsu karena hal ini dapat membatalkan puasanya.

Meskipun tidak melakukan perbuatan zina, tetap tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk berduaan

dengan lawan jenis yang bukan mahramnya dalam agama Islam.

Karena tindakan tersebut dapat menimbulkan gangguan dari setan

yang akan memicu hawa nafsu yang pada akhirnya dapat berujung pada perbuatan zina.

Meskipun dalam hadis disebutkan bahwa setan akan dipenjara selama bulan Ramadan,

namun berpacaran saat bulan Ramadan tetap dianggap sebagai tindakan yang tidak disarankan.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai hukum pacaran di bulan Ramadan, silakan simak penjelasannya di bawah ini.

Kenali Hukum dan Etika Berpacaran Dalam Islam

Prinsip dasar dalam muamalah adalah bahwa segala sesuatu diizinkan kecuali ada bukti yang melarangnya.
الأصل فى الأشياء الإباحة إلا ماحرمه الشرع


Hal yang sama berlaku untuk pacaran. Secara umum, pacaran sebagai bentuk interaksi sosial diizinkan

selama tidak melanggar larangan yang jelas dalam syariat, seperti pacaran yang dapat mengarah pada perzinahan.

Surat al-Isra’ ayat 32 juga menjelaskan hal ini.
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”
Dalam haditsnya, Rasulullah saw secara tersirat memberikan pedoman mengenai perilaku yang dapat membawa seseorang mendekati perbuatan zina.

Hal ini sejalan dengan upaya beliau untuk melarang hubungan terlarang antara laki-laki dan perempuan,

sebagai langkah pencegahan agar seseorang tidak terjebak dalam perbuatan zina yang sering kali dimulai dari situasi berduaan.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ ( رواه البخاري)
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya” (muttafaq alaihi)
Jika pacaran diartikan sebagai pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan bersenang-senang

dan melakukan apa yang mereka inginkan, maka hal tersebut dilarang oleh hukum agama.

Definisi ini tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karya Purwodarminto.

Namun, jika pacaran diartikan sebagai upaya saling mengenal dalam rangka mempertimbangkan kemungkinan untuk menikah,

misalnya melalui proses khitbah dan lamaran, maka hal tersebut memiliki hukum yang berbeda.

Dalam hal ini, pacaran dapat dianggap sebagai tindakan yang mendukung anjuran Rasulullah saw

kepada generasi muda muslim untuk menikah sebagai langkah untuk menghindari perbuatan zina.

Anjuran Islam Untuk Menikah Sesuai Sunnah Nabi

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ * (رواه مسلم)
“Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw mengatakan kepada kami: Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memelihara farj (kemaluan), dan barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesunguhnya puasa itu perisai baginya” (muttafaq alaih)
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: …لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي * (رواه البخاري)
“Dari Anas ra. Bahwasanya Nabi saw berkata: …tetapi aku, sesungguhnya aku salat, tidur, berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang benci sunnahku maka ia bukanlah dari golonganku”


Dua hadis ini menggambarkan betapa pentingnya pernikahan bagi seseorang,

sehingga Rasulullah sendiri memberikan anjuran dan ancaman terkait hal ini.

Oleh karena itu, dalam Islam, pacaran yang diartikan sebagai meminang atau melamar

dengan tujuan mencari kesepahaman menuju pernikahan diperbolehkan.

Sebab, kesempatan bagi seorang Muslim untuk melihat wajah dan tangan perempuan yang bukan muhrim

hanya dapat dilakukan pada saat khitbah, dan tidak pada kesempatan lain.

sesuai dengan keterangan pada kitab At-Tahdzib fi Adillati Matnil Ghayah wat Taqrib
والرابع النظر لاجل النكاح فيجوز الى الوجه والكفين
Keempat (dari tujuh macam pandangan laki-laki terhadap wanita) melihat untuk maksud menikahi. Diperbolehkan memandang muka dan telapak tangannya.


Rasulullah saw mengajarkan pentingnya perkenalan dan menganjurkannya, bahkan dalam waktu yang singkat

sebagaimana yang terjadi pada pengalaman Al-Mughirah bin Syu'bah saat ia meminang seorang perempuan.

Pada kesempatan tersebut, Rasulullah memberikan komentarnya kepada Al-Mughirah.
انظر اليها فانه احرى ان يؤدم بينكما
Lihatlah dia (wanita itu), sesungguhnya melihat itu lebih pantas (dilakukan) untuk dijadikan lauknya cinta untuk kalian berdua.


Maka dari itu, semua bentuk pacaran tidak dapat disetujui kecuali jika terdapat makna khitbah

yang memperbolehkan seorang pria hanya melihat wajah dan tangan seorang wanita, dan tidak lebih dari itu.

Dalam hal ini, tidak boleh melebihi batas pada saat khitbah, atau bahkan melampaui tindakan melihat saja.

Hukum Pacaran Di Bulan Ramadhan Tidak Membatalkan Puasa

Meskipun bergandengan tangan atau memandang lawan jenis selama bulan Ramadan tidak akan membatalkan puasa,

namun pahala puasa dapat berkurang atau bahkan tidak diterima oleh Allah jika dilakukan dengan hawa nafsu.

Hal ini lebih penting lagi bagi pasangan kekasih yang belum menjadi mahram,

karena pacaran sebelumnya sudah dilarang oleh Allah SWT.

Harus diingat bahwa meskipun pacaran tidak secara langsung membatalkan puasa,

namun jika tindakan seperti menatap atau berujung pada keluarnya air mani dilakukan, maka puasa akan menjadi batal.

Contohnya, jika seorang laki-laki memandang pasangannya hingga timbul syahwat dan mengeluarkan air mani, maka puasanya dianggap batal.

Seperti yang diketahui, keluarnya air mani merupakan salah satu hal yang dapat membatalkan puasa.

Oleh karena itu, selain menghindari hal-hal yang dilarang, seperti makan dan minum, selama berpuasa

juga sebaiknya dihindari berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram untuk menghindari timbulnya hawa nafsu.

Hal ini penting untuk diingat, karena tindakan yang dilakukan dengan hawa nafsu dapat menyebabkan puasa menjadi sia-sia

dan mengurangi pahala yang seharusnya didapatkan selama menjalankan ibadah puasa Ramadan.

  1. Pacaran Termasuk Kedalam Zina
  2. Semua bagian tubuh manusia berpotensi untuk melakukan segala bentuk zina yang telah disebutkan sebelumnya.

    Karena hal ini dapat membawa kemaluan untuk melakukan zina yang sebenarnya,

    Allah SWT melarang pendekatan terhadap perbuatan ini dengan menjauhi

    semua penyebab yang dapat mengantarkan seseorang pada perbuatan zina tersebut.

    Pacaran tidak dapat dipisahkan dari zina mata, tangan, kaki, dan hati.

    Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
    “Setiap anak Adam telah ditakdirkan mendapat bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa dielakkan. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu, kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian” (H.R. Muslim No. 6925).


    Larangan Allah untuk menjauhi perbuatan zina
    “Janganlah kalian mendekati zina, karena zina adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk” (Q.S. Al-Isra: 32).


  3. Maksiat Pacaran Dapat Menghapus Pahala Puasa
  4. Pacaran dianggap sebagai perbuatan maksiat karena tidak lepas dari zina mata, tangan, kaki, dan hati.

    Seorang yang memahami ini akan mengerti bahaya pacaran dan bahwa maksiat dapat menghapus pahala amal saleh, termasuk puasa yang sedang dijalani.

    Oleh karena itu, para ulama menasihatkan agar umat muslim mengekang diri dari maksiat saat menjalankan puasa Ramadan.

    Bagi orang yang berpuasa, pacaran bisa membawa bahaya besar dan menyebabkan puasanya tidak diterima di sisi Allah SWT.

    Oleh karena itu, disarankan untuk segera menghentikan kegiatan pacaran dan menempuh jalur yang dihalalkan, yaitu menikah.

  5. Sangat Rugi Melakukan Maksiat dan Berpacaraan Saat Puasa
  6. “Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika engkau berpuasa, hendaknya pendengaran, penglihatan, dan lisanmu turut berpuasa, yaitu menahan diri dari dusta dan segala perbuatan haram, serta janganlah engkau menyakiti tetanggamu. Bersikap tenang dan berwibawa pada hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja” (Latho’if Al Ma’arif, 277).
    “Al-Baydhowi rahimahullah mengatakan, “Ibadah puasa bukanlah hanya menahan diri dari lapar dan dahaga saja. Seseorang yang menjalankan puasa hendaklah mengekang berbagai syahwat dan mengajak jiwa kepada kebaikan. Jika tidak demikian, sungguh Allah SWT tidak akan melihat amalannya, dalam artian tidak akan menerimanya” (Fathul Bari, 4/117).
    “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Namun, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor” (H.R. Ibnu Khuzaimah 3: 242. Al A’zhomi mengatakan bahwa sanad hadis tersebut sahih).
    Kita harus menyadari bahwa pacaran adalah aktivitas yang bisa merusak puasa.

    Oleh karena itu, kita harus meninggalkan segala bentuk maksiat saat menjalankan puasa.

    Sebab, orang yang bermaksiat saat puasa dapat membuat pahala puasanya hilang atau bahkan tidak diterima sama sekali.

    Pahala puasa yang begitu besar dan bernilai tinggi tidak boleh disia-siakan hanya karena keinginan untuk berpacaran.

    Kita harus berusaha menjaga diri dan menghindari segala bentuk dosa,

    termasuk pacaran, agar mendapatkan pahala yang maksimal dalam menjalankan ibadah puasa.

    Para ulama sejak dahulu telah menekankan pentingnya bagi kaum muslimin untuk menjaga diri dari maksiat saat berpuasa,

    mengingat bahayanya dosa bagi orang yang sedang menjalankan ibadah puasa.