Skip to main content

Perayaan Maulid Nabi Muhammad (صلی اللہ علیہ وسلم) : Bid'ah Sesat, Benarkah?

acara maulid nabi di kediaman karuhun gaul


Tuduhan Bid'ah oleh Kaum Wahhabi

Maulid Nabi Muhammad Bukan Bidah Sesat - Dewasa ini umat Islam sering dikejutkan oleh statmen kaum Wahhabi

yang tidak henti-hentinya menuduh البدعة sesat terhadap amaliah warga Ahlus sunnah wal jama'ah.

Sebut saja amaliah tahlilan untuk mayit, dzikir berjamaah, tabur bunga di makam pekuburan, dan lain sebagainya.

Padahal amalan warga Ahlus sunnah wal jamaah itu tidak ada yang tidak sesuai dengan ajaran syariat Islam.

Kajian Hukum Maulid Nabi Muhammad SAW

Dalam kajian kali ini, penulis lebih mengkhususkan pembahasan tentang hukum merayakan peringatan kelahiran Maulid Nabi Muhammad SAW

yang sebentar lagi akan marak digelarkan oleh umat Islam seantero dunia.

Kaum Wahhabi menuduh peringatan Mauldi Nabi SAW itu sebagai amalan bid'ah sesat, dengan alasan sempit,

karena dalam pemahaman mereka bahwa Nabi SAW dan para ulama salaf tidak pernah melakukan peringatan Maulid,

seperti yang umumnya digelar oleh umat Islam di abad modern ini.

Penulis akan membuktikan, apa benar tuduhan kaum Wahhabi itu sesuai dengan syariat Islam,

atau tuduhan itu yang justru bertentangan dengan Alquran dan Hadits Nabi serta amaliah para ulama salaf?

Hujjah Ulama Salaf

Imam Assuyuthi telah mengarang sebuah kitab khusus tentang bolehnya memperingati Maulid Nabi.

Buku itu diberi nama: Husnul maqashid fi'amalil maulid. dalam kitab tersebut Imam Assuyuthi mengatakan,

"Ada pertanyaan mengenai hukum perayaan maulid Nabi Muhammad di bulan Rabiul Awal dipandang dari sudut syariat.

Adakah perayaan ini baik atau tercela dan apakah pelakunya akan mendapat pahala?"


Masih dalam buku tersebut, Sang Imam menjawab;

"Hukumnya boleh, karena esensi dari perayaan Maulid Nabi adalah berkumpulnya manusia untuk membaca ayat-ayat Alquran, dan membacakan hadits-hadits tentang kelahiran serta biografi Rasulullah SAW."


Kebolehan perayaan Maulid juga dijustifikasi oleh Imam Abu Qatadah Al-anshari dengan mengatakan,

bahwa Nabi pernah ditanya mengenai puasa beliau di hari Senin, maka beliau menjawab:
Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari saat aku pertama kali menerimah wahyu. (Shahih Muslim, no 1162 dan Musnad Ahmad, no 2250)


Nabi sendiri menaruh perhatian khusus pada hari kelahiran Nabi Adam dalam sabdanya :
Sesungguhnya hari yang afdhal bagi kalian adalah hari Jumat; padanya Adam diciptakan dan diwafatkan, pada hari Jumat juga sangkakala (pertanda kiamat)

ditiup dan pada hari Jumat juga mereka dibangkitkan, karena itu perbanyaklah bershalawat kepadaku

karena shalawat kalian akan disampaikan kepadaku"

mereka bertanya,

"Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami untukmu bisa disampaikan kepadamu sedangkan jasadmu telah hancur?"


Beliau bersabda
"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bagi tanah untuk memakan jasad para nabi. (HR. Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad dengan sanad yang shahih).


Petunjuk Berdasarkan Hadits

Lantas bagaimana dengan hari kelahiran seorang nabi yang teragung, termulia dan manusia terbaik di antara umat manusia?

Sebagai mana pengakuan jujur Nambi Muhammad صلی اللہ علیہ وسلم dalam sabdanya :
Aku adalah orang yang termulia, baik dari nasab ayah, dan juga dari nasab ibu, serta yang termulia dalam jalinan perkawinan,

tidak seorang pun dari ayah-ayahku dan ibu-ibuku sejak dari Adam as, berasal dari sifah (pernikahan tidak sah)

semuanya berasal dari nikah yang sah. (HR. Ibn Mardawaih)


Hadits-hadits sejenis diriwayatkan pula oleh Thabarani, Abu Nu'aim, Ibnu Sa'ad, Ibnu Asaakir dan lain lain.

Tentunya umat Islam tidak akan mau kalah dengan apa yang dilakukan oleh si kafir Abu Lahab

dalam menuangkan luapan kegembiraan menyambut datangnya hari kelahiran sang keponakan,

calon nabi yang menjadi penutup para Nabi (khatamun nabiyyin), Nabi Muahmmad صلی اللہ علیہ وسلم ke alam semesta ini.

Urwah berkata :
Tsuwaibah adalah bekas budak Abu Lahab.

Waktu itu, Abu Lahab membebaskannya (setelah mendengar informasi dari Thuwaibah atas kelahiran Nabi Muhammad, sang keponakan).

Lalu Tsuwaibah pun menyusul Nabi dan ketika Abu Lahab meninggal dunia,

ia pun diperlihatkan kepada sebagian keluarganya di alam mimpi dengan keadaan yang memprihatinkan.

Sang kerabat berkata padanya,

"Apa yang telah kamu dapatkan?"

Abu Lahab berkata.

"Setelah kalian, aku belum pernah mendapati sesuatu nikmat pun, kecuali aku diberi minum lantaran memerdekakan Tsuwaibah

(karena terdorong rasa gembira atas berita kelahiran sang keponakan"
(Shaih Bukhari, no. 5101)


Nabi Muhammad صلی اللہ علیہ وسلم juga memberi contoh kepada umat Islam untuk memperingati peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah Islam.

Tatkala Nabi sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura.

Beliau bertanya kepada kaum Yahudi itu mengenai hari tersebut, dan beliau diberitahu

bahwa pada hari itu Allah menyelamatkan Nabi Musa AS serta menenggelamkan musuhnya.

Karena itulah mereka berpuasa pada hari tersebut untuk bersyukur kepada Allah atas karunia ini.

Lantas Nabi SAW perintah kepada umat Islam untuk bersyukur atas keselamatan nabi Musa dengan berpuasa pada hari sebelumnya atau satu hari setelahnya.

Petunjuk Berdasarkan Al Qur'an

Seseorang yang memperingati peristiwa paling besar yang pernah terjadi, yaitu kelahiran Nabi SAW, tiada lain

karena didorong oleh rasa cinta yang mendalam, dan upaya menaati, mengingat dan meneladani beliau, serta merasa gembira dan bangga,

sebagaimana Allah menunjukkan kebanggaan-Nya terhadap Nabi Muhammad dalam Alquran yang artinya:
"Sungguh engkau (Muhammad) memiliki budi pekerti yang begitu agung" (QS. Alqalam, 4).


Sabda Nabi :
"Tidaklah beriman salah satu dari kalian, sampai ia mencintaiku lebih dari ia mencintai dirinya sendiri."

Lantas Sayyidina Umar bin Khattahab berkata, "Wahai Nabi, aku sungguh mencintaimu melebihi diriku sendiri."


Belum lagi Allah memerintahkan umat Islam untuk bergembira terhadap rahmat-Nya yang diturunkan untuk mereka, sebagaimana dituturkan dalam Quran.
"Katakanlah; Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan"
(QS. Yunus, 10:58).


Sedangkan Nabi Muhammad SAW itu adalah rahmat bagi umat manusia, sebagaimana disinggung dalam Alquran.
"Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-anbiya 107).


Sunnah Hasanah dan Bid'ah

Perayaan Maulid Nabi SAW dengan kegiatan yang umum dilakukan oleh umat Islam dewasa ini, hakikatnya juga termasuk implementasi dari sabda Rasulullah SAW:
"Barang siapa merintis (memulai sesuatu) dalam agama Islam sunnah hasanah (perbuatan yang baik) maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut,

dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikuti) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka.

Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah sayyiah (perbuatan buruk)

maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikuti)

setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun.
(HR. Muslim no 1016).


Rasulullah SAW membagi kebiasaan (sunnah) atas dua bagian,

  1. yaitu kebiasaan yang baik (sunnah hasanah)
  2. dan kebiasaan yang buruk (sunnah sayyiah).


Peringatan Maulid Nabi SAW sebagai wadah kegembiraan umat Islam, adalah termasuk kebiasaan yang baik (sunnah hasanah),

karena di dalamnya dibacakan Alquran, Shalawat nabi, sejarah hidupnya SAW, pelaksanaan majelis ta'lim serta dzikir-dzikir lainnya.

Apalagi kemasan acara perayaan Maulid Nabi yang dikenal saat ini, mencakup senandung bait-bait berisi luapan kegembiraan,

disertai suara gendang yang bertalu, adalah merupakan bentuk inovasi (idhats) ibadah Sunnah (sunnah hasanah) dari hasil memahami perintah Allah :
Katakanlah : "Dengan karunia Allah dan rahmatn-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".
(QS. Yunus, 10:58)


Seperti juga inovasi ibadah sunnah yang dilakukan oleh para sahabat Nabi SAW.

Sebut saja Sy. Abu Bakar berinovasi mengumpulkan Al-Qur'an.

Sy. Umar orang yang pertama kali berinovasi mengumpulkan jamaah shalat tarawih selama sebulan suntuk.

Sy. Usman melakukan inovasi dengan adzan tiga kali pada hari Jum'at. Belum lagi justifikasi Sy.

Umar yang mengatakan
"ni'matul bid'ah hadzih"


(nikmatnya/sebaik-baik bid'ah itu adalah seperti ini).


Inilah yang dijadikan landasan anjuran melaksanakan sunnah hasanah, sebagai istilah lain dari bid'ah hasanah.

Adapun untuk lantunan bait - bait syair di saat acara Maulid,

maka Nabi SAW sendiri sangat senang dengan syair pujian terhadap diri beliau SAW.

Sebagaimana diketahui bahwa pada masa Nabi SAW masih hidup, para penyair berdatangan ke hadapan beliau SAW

dengan berbagai jenis karya yang berisi pujian-pujian baik terhadapa beliau SAW.

Nabi SAW sangat senang dengan syair yang bagus, sebagaiamana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa beliau SAW bersabda,
"Dalam syair itu ada hikmah (kata-kata bijak).


Al-Abbas, pamanda Nabi SAW juga menggubah sebuah syair yang menyanjung kelahiran Nabi SAW seperti berikut :

Tatkala engkau dilahirkan

bumi bersinar terang

Dan cakrawala benderang penuh dengan cahayamu

sehingga kami dapat tembus memandang

segala syukur kupanjatkan atas datangnya sinar terang

cahaya dan jalan yang dapat menunjuki itu


Sedangkan, bermain gendang dengan niat yang baik hukumnya jaiz (boleh).

Dalam kitab Rasail Ibnu Abbad disebutkan, bahwa ada seorang gadis datang kepada Nabi SAW,

ketika beliau (rasul) baru pulang dari salah satu peperangan.

Gadis itu berkata :
Ya rasulullah, aku telah bersumpah atas nama Allah, bahwa bila Allah mengembalikan engkau dalam keadaan selamat, aku akan memainkan gendang ini di dekatmu.


Nabi SAW kemudian bersabda:

Tunaikanlah sumpahmu itu...!


Sumber : Majalah New Mafahim - Hai'ah Ash-Shofwah Al-Malikiyyah


Kesimpulan

Maulid Nabi, memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan membacakan ayat ayat quran, shalawat serta pujian pujian (syair)

boleh dilakukan oleh ummat Islam karena kegiatan

seperti ini juga telah lama dilakukan oleh Ulama'us Salaf terdahulu berdasarkan dalil (referensi) yang jelas

tidak asal asalan (meskipun dalam artikel ini tidak disebutkan semua dalilnya)

bukan termasuk amalan BID'AH sesat sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian umat Islam, Wahhabi.

Saat terjadi perseteruan antara ahlus sunnah dengan الوهابي menyangkut perihal beberapa amalan

seperti muludan, tahlil, ziarah qubr dll maka diambillah kesepakatan jalan tengah dengan mengklaim

bahwa ini hanyalah KHILAFIAH (perbedaan) antara keduanya dalam hal fur'u. Apakah benar dan pantas perbedaan ini dikatakan KHILAFIAH ????.

Pada umumnya kondisi yang terjadi dilapangan adalah mereka yang anti muludan, tahlil dan ziarah qubr selalu mengatakan dengan lantang

bahwa amalan amalan tersebut adalah sesat dan bid'ah ...

lebih parah lagi mereka Wahhabi mengklaim para pelaku muludan, tahlil dan ziarh qubr adalah ahli neraka

karena mengamalkan amalan yang tidak dikerjakan oleh nabi.

Karuhun sudah banyak mendengar tentang hal ini baik dari media cetak dan siaran radio bahkan dalam kehidupan bersosial,

kaum Wahhabi sangat keras menentang setiap amalan diatas dengan vonis bid'ah dan neraka.

Sebaliknya golongan ahlus sunnah yang gemar melakukan amalan muludan dll tidak pernah membid'ahkan

ataupun mengatakan ahli neraka kepada mereka yang tidak melakukan maulid, tahlil atau ziarah qubr.

Disinilah letak perbedaan Tasamuh (toleransi) yang dimiliki kedua pihak.

Ada yang galak karena kedangkalan ilmunya dan ada yang santai karena menyadari perbedaan pendapat.

Seharusnya jika perbedaan diatas dianggap sebagai khilafiah maka golongan Wahhabi tidak boleh mengatakan

bahwa perbuatan tersebut adalah bid'ah dan ahli neraka seolah mereka sendirilah yang paling benar di dunia ini.

Jika saja ilmu mereka luas (tidak dangkal) maka sedikit saja mau berfikir

bahwa amaliah muludan, tahlil ataupun ziarah qubr telah dilakukan oleh Ulamaus Salafi pada zaman dulu berlandaskan dalil yang jelas maka tidak perlu membid'ahkan.

الاختلاف atau Khilafiah adalah bahasa yang lazim digunakan oleh para ulamaus salaf di zaman dulu,

contohnya Imam Madzhabul Arba'in tidak harus selalu sama dalam menentukan hukum fiqh

maka perbedaan antara imam empat tersebut dinamakan khilafiah (perbedaan) pendapat

tapi khilafiah disini harus difahami benar bahwa meskipun terdapat perbedaan

tidak ada satu pun diantara imam empat merasa pendapatnya yang paling benar

dan menyalahkan imam lain apalagi hingga kategori membid'ahkan atau menyesatkan dengan menghukumi ahli neraka.

Jika saja kaum wahabi mau menela'ah ajaran ulama salaf dizaman dulu, tidak sekedar berpegang pada kitab kontemporer saja

tentu wawasan mereka lebih luas lagi dan bisa saling bertoleransi tidak perlu lagi menuai badai provokasi di lapangan

karena kasihan nanti yang jadi korban adalah umat seperti karuhun sendiri contohnya.

Mau muludan, tahlil ataupun ziarah qubr ya silhakan saja toh mereka memiliki dalilnya sendiri

sebaliknya jika tidak mau juga ya tidak apa apa toh memiliki alasan tersendiri

asal jangan koar koar yang tidak tidak.

Jika keadaanya seperti ini kan umat jadi lebih tenang dalam beribadah tidak perlu lagi mempermasalahkan mana dalilnya, ini بدعة, ini amalan ahli neraka dan sebagainya.

Jika kondisinya seperti ini pasti repot kapan umat ini mau beribadah dengan tenang,

bisa-bisa ga jadi ibadah karena ga kelar-kelar ributin soal maulid, qunut, tahlil dll.

Siapakah golongan Wahhabi yang dimaksud disini?

Pembaca tentu lebih tahu dan pintar karena mereka yang menerapkan paham wahabi tidak akan pernah mau disebut Wahhabi

apalagi mengakuinya tapi hanya bisa dilihat dari pemahamannya tanpa adanya guru yang jelas.

Mereka golongan wahhabi berpendapat ingin mengembalikan ajaran islam seperti pada zaman dulu (ahli sunnah)

tapi sayang kurang memahami arti ahli sunnah itu sendiri.

Ciri utama golongan wahabi adalah keras dan merasa benar sendiri atas pendiriannya,

jika terjadi perbedaan pendapat maka yang lain adalah salah dan menggolongkan sebagai ahli neraka.

Kesimpulan karuhun pada artikel ini tidak bermaksud untuk mengadu dombakan umat,

tapi sebaliknya untuk mengingatkan semua golongan untuk saling menghargai perbedaan pendapat dan tidak saling menyalahkan

apalagi jika sama-sama menyadari bahwa perbedaan yang terjadi sebatas furu'iyah tidak usah bawa - bawa neraka dan bid'ah segala rupa

karena apa yang terjadi dilapangan sangat memicu kontroversi.

Semoga Allah mengampuni pendapat para ulama jika terbukti salah

sebaliknya semoga allah memberikan petunjuk kepada orang - orang yang lantang meneriakkan bid'ah dan ahli neraka

sementara mereka sendiri masih bingung dengan definisi bid'ah buatan mereka.